Selasa, 04 Mei 2010

EMANSIPASI WANITA

Emansipasi berasal dari bahasa latin "emancipatio" yang artinya pembebasan dari tangan kekuasaan. Emansipasi wanita seperti apakah yang kita harapkan....kita cita-citakan....kita impikan? Wanita yang bisa menjelma menjadi "Wonder Woman"? Namun bukan emansipasi yang kebablasan sehingga membuat wanita melupakan tugasnya sebagai "madrasatul uula" madrasah pertama bagi anak-anaknya guna menciptakan generasi penerus yang shaleh dan shalehah, yang berguna bagi agama, keluarga dan bangsanya.
Ibu Kartini yang telah mendengungkan emansipasi wanita sejak 131 tahun yang lalu menulis dalam suratnya kepada Prof. Anton dan Nyonya pada tanggal 4 Oktober 1902:
"Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-
kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam
perjuangan hidupnya, tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum
wanita agar lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke
dalam tangannya, menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama."
Arus globalisasi yang semakin berkembang tidak harus menjadikan emasipasi yang salah kaprah bagi seorang wanita karena ada tugas penting yang harus diembannya yaitu meletakkan dasar-dasar pendidikan yang sangat berguna bagi terciptanya kader-kader bangsa di masa yang akan datang.
Sekelumit para pejuang emansipasi wanita Indonesia:
1. R. A. KARTINI
Raden Ajeng Kartini lahir di desa Mayong, Jepara, Jawa Tengah, pada tanggal 21 April 1879.
Pada usia 12 tahun, beliau dipingit sesuai dengan adat ketika itu, namun ayah dan saudara-
saudara kandungnya selalu membawakannya buku bacaan. Salah satu buku bacaan yang sa-
ngat berkesan dalam dirinya adalah Minnebrieven karangan Multatuli. Beliau sangat prihatin
akan nasib bangsanya terutama kaum wanitanya yang tidak pernah bisa mengenyam
pendidikan seperti kaum wanita di negara Barat. Pada tanggal 8 November 1903 Kartini
menikah dan selanjutnya tinggal di Rembang, di rumahnya beliau mendirikan sekolah untuk
anak-anak perempuan. Pada tanggal 17 September 1904 Kartini meninggal dalam usia 25
tahun. Setelah R. A. Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon membukukan surat-surat yang
pernah dikirimkan R. A. Kartini kepada teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul
"Door Duisternist tot Licht" yang artinya "Habis Gelap Terbitlah Terang".
2. Raden Dewi Sartika
Raden Dewi Sartika lahir di cicalengka, Jawa Barat pada tanggal 4 Desember 1884. Beliau
memiliki cita-cita untuk mendidik gadis menjadi ibu yang baik dan mandiri. Pada tahun
1904 Raden Dewi Sartika mendirikan sekolah khusus untuk wanita yaitu Sekolah Isteri,
pada tahun 1910 nama sekolah tersebut diganti menjadi Sekolah Keutamaan Isteri. Beliau
meninggal dunia pada tanggal 11 September 1947 di Cineaan, kemudian makamnya dipindah-
kan ke Bandung.
3. Rasuna Said
Hajjah Rangkayo Rasuna Said lahir pada tanggal 14 September 1910, beliau adalah pejuang
kemerdekaan Indonesia yang memperjuangkan persamaan hak antara pria dan wanita.

Senin, 12 April 2010

Pesanku:


Sejarah adalah milik kita walau seperti apapun bentuknya tapi sejarah bisa menampik kita manakala kita luput mengantisipasinya.

Jumat, 09 April 2010

SABTU BERSAMA CHENSE


Sabtu ini begitu cerah, matahari bersinar dengan garangnya....tapi Kami tetap semangat untuk belajar, mudah-mudahan usia tidak mempengaruhi daya serap.
Perkembangan IPTEK begitu pesatnya, sebagai pendidik Kita akan tertinggal bila tidak ada kemauan untuk mempelajarinya, walau rasanya sulit....meninggalkan waktu libur dan kebersamaan dengan keluarga, juga daya serap yang semakin menurun....tetap semangat .... semangat....semangat!!!!!